Assalamu'alaikum,
*PERBEDAAN ✅KPR SYARIAH, ✅KPR BANK SYARIAH ✅DAN KPR BANK KONVENSIONAL*
✅ *PIHAK YANG TRANSAKSI*
KPR Syari'ah :
Hanya ada dua Pihak yaitu antara pembeli dan developer
Bank Syariah :
Ada tiga Pihak yaitu antara pembeli, developer dan Bank
Ada tiga Pihak yaitu antara pembeli, developer dan Bank
Bank Konvensional :
Ada tiga Pihak yaitu :
antara pembeli, developer dan Bank
antara pembeli, developer dan Bank
☂Maka harus kita cermati apakah KPR Bank, ....
Baik Syari'ah atau Bank konvensional ....
*ApakahTerjadi transaksi jual beli atau hanya pendanaan dari Bank ??*
*Jika memang jual beli maka halal dan jika hanya pendanaan bank maka HARAM.*
✅ *BARANG JAMINAN*
KPR Syariah idealnya : Rumah yang di perjualbelikan/kredit tidak dijadikan jaminan
Bank Syariah: Rumah yang diperjualbelikan/kredit dijadikan jaminan
Bank Konvensional : Rumah yang diperjualbelikan/kredit dijadikan jaminan
Ada ikhtilaf ulama mengenai apakah barang yang diperjualbelikan boleh dijadikan jaminan atau dilarang.
Dalam hal ini, KPR Syari'ah mengambil pendapat :
Bahwa rumah yang sedang diperjualbelikan/kredit *dilarang dijadikan jaminan.*
✅ *SISTEM DENDA*
KPR Syari'ah: Tidak ada denda
Bank Syariah: Ada denda
Bank Konvensional: Ada denda
❌ Dalam KPR Syariah tidak boleh ada denda jika ada keterlambatan cicilan karena itu termasuk RIBA. Dalam jual beli kredit maka sejatinya adalah hutang piutang.
Jadi ....
Jika harga sudah di akadkan ....
Jika harga sudah di akadkan ....
❌ Maka tidak boleh ada kelebihan sedikitpun baik dinamakan denda, administrasi atau bahkan infaq sekalipun.
Karena ini termasuk mengambil manfaat dari hutang piutang yaitu RIBA.
✅ *SISTEM SITA*
KPR Syari'ah: Tidak ada sita
Bank Konvensional: Ada sita
Dalam KPR Syari'ah tidak boleh melakukan sita jika pembeli tidak sanggup mencicil lagi. Karena rumah tersebut sudah sepenuhnya milik pembeli walaupun masih kredit.
Solusinya adalah :
Pembeli ditawarkan untuk menjual rumahnya baik lewat pembeli atau dengan bantuan developer.
Jika misal sisa hutang masih 100 juta kemudian rumah terjual 300 juta. Maka pembeli membayar sisa hutang yang 100 juta dan nilai 200 juta adalah hak pembeli.
Jika misal sisa hutang masih 100 juta kemudian rumah terjual 300 juta. Maka pembeli membayar sisa hutang yang 100 juta dan nilai 200 juta adalah hak pembeli.
✅ *SISTEM PENALTY*
Kredit Syari'ah idealnya :
Tidak ada penaty
Tidak ada penaty
Bank Konvensional: Ada penalty
Dalam Kredit Syari'ah idealnya :
Jika pembeli mempercepat pelunasan misal dari tenor waktu 10 tahun kemudian di tahun 8 sudah lunas *maka tidak ada penalty dalam Kredit Syari'ah karena itu adalah RIBA*.
Bahkan ada sistem diskon yang nilainya dikeluarkan saat pelunasan terjadi.
✅ *SISTEM ASURANSI*
Kredit Syari'ah: Tidak ada asuransi
Bank Syariah: Ada asuransi
Bank Konvensional: Ada asuransi
Dalam Kredit Syari'ah idealnya ....
*Tidak memakai asuransi apapun*
Karena asuransi adalah HARAM yang didalamnya ada RIBA, Gharar, Maysir.
✅ *SISTEM BI CHECKING ATAU BANKABLE*
Kredit Syari'ah idealnya :
Tidak ada BI Checking/Bankable
Tidak ada BI Checking/Bankable
Bank Syari'ah :
Tetap ada BI Checking/Bankable
Tetap ada BI Checking/Bankable
Bank Konvensional: Ada BI Checking/Bankable
Dalam Kredit Syari'ah idealnya .... :
Tidak ada BI Checking/Bankable sehingga sangat memberikan kemudahan bagi calon pembeli yang kesulitan jika melalui sistem BI Checking/Bankable seperti:
_1. Karyawan Kontrak_
Syarat lolos BI Checking/Bankable secara umum adalah karyawan tetap. Jadi bagi karyawan kontrak akan kesulitan jika ingin membeli rumah lewat bank
Syarat lolos BI Checking/Bankable secara umum adalah karyawan tetap. Jadi bagi karyawan kontrak akan kesulitan jika ingin membeli rumah lewat bank
_2. Pengusaha/pedagang Kecil_
Syarat lainnya yang bisa meloloskan calon buyer dari BI Checking/Bankable adalah pengusaha yang memiliki izin usaha dan laporan keuangan.
Jadi bagi pedagang kecil seperti ....
( afwan ... mohon maaf ... ) tukang bakso, somay, gorengan dan lainnya akan sulit jika ingin membeli rumah lewat bank.
Syarat lainnya yang bisa meloloskan calon buyer dari BI Checking/Bankable adalah pengusaha yang memiliki izin usaha dan laporan keuangan.
Jadi bagi pedagang kecil seperti ....
( afwan ... mohon maaf ... ) tukang bakso, somay, gorengan dan lainnya akan sulit jika ingin membeli rumah lewat bank.
_3. Usia Lanjut_
Calon pembeli yang sudah usia lanjut diatas 50 tahun maka tidak akan bisa membeli rumah lewat bank karena ada batasan usia produktif jika membeli lewat Bank.
Calon pembeli yang sudah usia lanjut diatas 50 tahun maka tidak akan bisa membeli rumah lewat bank karena ada batasan usia produktif jika membeli lewat Bank.
Inilah penjelasan tentang perbedaan Kredit yg Syar'i dengan KPR Bank ...
Baik Bank Syariah ataupun Konvensional.
Baik Bank Syariah ataupun Konvensional.
Kredit Syariah In syaa ALLAH dalam transaksinya terhindar dari sistem RIBA dan juga banyak kemudahan yang diberikan bagi para calon pembeli.
Semoga ALLAH 'Azza wa Jalla memberikan kemudahan kita semua untuk membeli rumah dengan sistem syariah tanpa RIBA.
*PERBEDAAN HARGA CASH DAN KREDIT*
*Kredit Rumah*
Perbedaan harga cash dan KPR secara hukum syara' diperbolehkan,,,
Afwan..... mohon maaf ....
Yg tidak diperbolehkan setelah disepakati harga ada penambahan nilai harga seperti denda dan suku bunga diluar harga yg disepakati dan untuk kebijakan harga pricelist Tergantung developer nya
Ada yg memasang harga cash dan kredit sama Ada juga yg memasang harga cash dan kredit berbeda Intinya secara hukum syara’ keduanya diperbolehkan
*BEDA HARGA CASH DAN KREDIT, BOLEHKAH ?*
Jual beli kredit secara umum dipahami sebagai :
Transaksi dimana barang diterima pada waktu transaksi dengan pembayaran tidak tunai atau bertempo dengan harga yang lebih mahal daripada harga tunai.
Dalam hal ini pembeli berkewajiban melunasi harganya dengan cara angsuran dalam jangka waktu tertentu.
Dalam hal ini pembeli berkewajiban melunasi harganya dengan cara angsuran dalam jangka waktu tertentu.
Ada cukup banyak varian dalam jual beli tidak tunai/kredit.
Terkadang dalam skema bay’ murabahah, bay’ biddayn wa taqsith ataupun beberapa pilihan skema yang lain.
Masing-masing skema jual beli kredit memiliki tata aturan yang berbeda satu dengan yang lain.
Pada intinya, jual beli kredit adalah :
Jual beli barang dengan harga ditangguhkan atau bisa disebut juga sebagai jual beli dengan cara berhutang.
Ada sebagian kaum muslim yang memahami bahwa harga jual beli kredit haruslah sama harganya dengan harga jual beli tunai.
Mereka berpendapat ...
Jika harganya tidak sama, maka itu terjatuh pada RIBA
*Lantas bagaimana sebenarnya hukum jual beli kredit yang harga angsurannya berbeda dengan harga tunai ?*
Mengenai kebolehan jual beli dengan harga tidak tunai tanpa ada tambahan harga akibat tempo waktu yang diberikan, telah jelas kebolehannya sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari Aisyah R.A. sebagai berikut :
ﺍﺷﺘﺮﻯ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﻳﻬﻮﺩﻱٍّ ﻃﻌﺎﻣﺎً ﻧﺴﻴﺌﺔً ﻭﺭﻫﻨﻪ ﺩﺭﻋَﻪ . ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ
“Rasullullah membeli makanan dari orang Yahudi hingga tenggat waktu tertentu, dan beliau menggadaikan baju besinya kepada orang tersebut.”
(HR Bukhari dan Muslim)
(HR Bukhari dan Muslim)
ALLAH Subhanallahu wa ta'ala berfirman,
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺇِﺫَﺍ ﺗَﺪَﺍﻳَﻨْﺘُﻢْ ﺑِﺪَﻳْﻦٍ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﺟَﻞٍ ﻣُﺴَﻤّﻰً ﻓَﺎﻛْﺘُﺒُﻮﻩُ .
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (Q.S. Al Baqarah 282)
Adapun jika terjadi perbedaan harga antara harga tunai dengan total akumulasi harga angsuran,
Maka ada dua pendapat terkait dengan hal ini.
Pendapat yang menurut kami terkuat adalah pendapat yang menyatakan :
*Kebolehan perbedaan harga antara harga cash dan harga angsuran.*
Dalil kebolehan adanya tambahan harga kredit dengan harga tunai, adalah riwayat ad-Daruquthni dari Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash sebagai berikut :
ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﺃﻣﺮﻩ ﺃﻥ ﻳﺠﻬﺰ ﺟﻴﺸﺎ ﻗﺎﻝ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮﻭ ﻭﻟﻴﺲ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﻇﻬﺮ ﻗﺎﻝ ﻓﺄﻣﺮﻩ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺒﺘﺎﻉ ﻇﻬﺮﺍ ﺇﻟﻰ ﺧﺮﻭﺝ ﺍﻟﻤﺼﺪﻕ ﻓﺎﺑﺘﺎﻉ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮﻭ ﺍﻟﺒﻌﻴﺮ ﺑﺎﻟﺒﻌﻴﺮﻳﻦ ﻭﺑﺎﻷﺑﻌﺮﺓ ﺇﻟﻰ ﺧﺮﻭﺝ ﺍﻟﻤﺼﺪﻕ ﺑﺄﻣﺮ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ . ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﻟﺪﺍﺭﻗﻄﻨﻲ ﻭﺣﺴﻨﻪ ﺍﻷﻟﺒﺎﻧﻲ
“Rasulullah memerintahkan Abdullah bin Amru bin Al ‘Ash untuk mempersiapkan suatu pasukan, sedangkan kita tidak memiliki unta tunggangan, maka Rasullullah memerintahkanku untuk membeli hewan tunggangan dengan pembayaran ditunda hingga datang saatnya penarikan zakat. Maka ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash pun seperintah Rasulullah membeli satu ekor unta dengan harga dua ekor unta dan beberapa ekor unta yang akan dibayarkan ketika telah tiba saatnya penarikan zakat.”
(HR Ad Daruquthni, Ahmad, Abu Dawud, dan sanadnya dihasankan oleh Al Albani).
(HR Ad Daruquthni, Ahmad, Abu Dawud, dan sanadnya dihasankan oleh Al Albani).
Syu’aib al Arnauth menilai hadits ini hasan dengan seluruh sanadnya
⬇
( lihat Masyru’ al Qonun al Buyu’ karya Syaikh Ziyad Ghazal yang terjemahannya diterbitkan oleh Penerbit Al Azhar Press dengan judul Buku Pintar Bisnis Syar’ie)
⬇
( lihat Masyru’ al Qonun al Buyu’ karya Syaikh Ziyad Ghazal yang terjemahannya diterbitkan oleh Penerbit Al Azhar Press dengan judul Buku Pintar Bisnis Syar’ie)
Syaikh Ziyad Ghazal juga menjelaskan, Wajh ad-dalalah (muatan makna) dalam hadits tersebut adalah bahwa Rasullullah telah menambah harga barang tersebut karena faktor tenggat waktu.
Ini tampak pada keberadaan hadits tersebut yang menyatakan tentang jual beli. Ucapan ‘Abdullah bin ‘Amru, "Rasulullah memerintahkan :
Untuk membeli hewan tunggangan sampai (tenggat waktu) keluarnya orang yang membayar zakat.
Maka ‘Abdullah membeli satu ekor unta (kontan) dengan kompensasi dua ekor unta (kredit saat unta zakat datang).
Tampak dalam jual beli tersebut adanya tambahan harga karena faktor tenggat waktu.
Tampak dalam jual beli tersebut adanya tambahan harga karena faktor tenggat waktu.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya kebolehan menambah harga karena faktor tenggat waktu pembayaran.
PENDAPAT YANG MEMBOLEHKAN
Mayoritas ulama fiqh menyatakan :
*Bolehnya menjual barang dengan harga lebih tinggi daripada biasanya dengan alasan kredit atau dengan alasan penundaan pembayaran.*
Diriwayatkan dari Thawus, Hakam dan Hammad, mereka mengatakan hukumnya boleh seseorang mengatakan :
“Saya menjual kepada kamu segini dengan kontan, dan segini dengan kredit”, lalu pembeli memilih salah satu diantaranya. Ali bin Abi Thalib R.A. berkata, .....
“Barangsiapa memberikan tawaran dua sistem pembayaran, yakni kontan dan tertunda, maka tentukanlah salah satunya sebelum transaksi.”
Ibnu Abbas ra. berkata :
ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ : ﻻ ﺑﺄﺱ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ : ﺍﻟﺴﻠﻌﺔ ﺑﻨﻘﺪ ﺑﻜﺬﺍ ﻭﺑﻨﺴﻴﺌﺔ ﺑﻜﺬﺍ، ﻭﻟﻜﻦ ﻻ ﻳﻔﺘﺮﻗﺎﻥ ﺇﻻ ﻋﻦ ﺭﺿﺎ
“Seseorang boleh menjual barangnya dengan mengatakan, Barang ini harga tunainya sekian dan tidak tunainya sekian, akan tetapi tidak boleh Penjual dan Pembeli berpisah melainkan mereka telah saling ridha atas salah satu harga.”
(Mushannaf Ibnu Abi Syaibah)
(Mushannaf Ibnu Abi Syaibah)
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani berkata :
*Diperbolehkan bagi penjual untuk menjual barangnya dengan dua pembayaran yang berbeda, yaitu kontan atau kredit.*
Jika seseorang berkata pada temannya, “Saya menjual barang ini 50 secara kontan, 60 secara kredit.”
Lalu temannya itu berkata, “Saya beli secara kredit 60.” Atau dia berkata, “Saya beli dengan kontan 50.”, *maka sah jual beli itu.*
Begitu pula jika dia berkata, “Saya jual barang ini 60 secara kredit, selisih 10 dari harga aslinya jika secara kontan, karena pembayarannya di belakang”, dan pembeli mengatakan setuju, *maka sah jual beli itu.*
(Syakhsiyah Islamiyah juz II)
(Syakhsiyah Islamiyah juz II)
Syaikh Abdul Azis bin Baz berkata :
*“Jual beli kredit hukumnya boleh, dengan syarat bahwa lamanya masa angsuran serta jumlah angsuran diketahui dengan jelas saat aqad, sekalipun jual-beli kredit biasanya lebih mahal daripada jual-beli tunai.”*
(Majmu’ Fatawa Ibnu Baz)
(Majmu’ Fatawa Ibnu Baz)
Adapun pendapat yang mengharamkan tambahan harga atas transaksi kredit berpedoman pada hadits Rasullullah berikut :
ﻣﻦ ﺑَﺎﻉَ ﺑَﻴْﻌَﺘَﻴْﻦِ ﻓﻲ ﺑَﻴْﻌَﺔٍ ﻓَﻠَﻪُ ﺃَﻭْﻛَﺴُﻬُﻤَﺎ ﺃﻭ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ . ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﻏﻴﺮﻩ
“Siapa saja yang menjual dua jual beli dalam satu penjualan, maka baginya harga yang paling sedikit atau (kalau tidak, ia terkena) RIBA.”
(HR Tirmidzi, Abu Daud dan lain-lain)
(HR Tirmidzi, Abu Daud dan lain-lain)
Mereka yang mengharamkan tambahan harga dari transaksi kredit menjelaskan hadits ini dengan tafsir, .....
*“Siapa saja yang menawarkan barang dengan dua harga, maka baginya harga yang lebih rendah atau RIBA”.*
Hadits larangan Nabi tentang dua jual beli dalam satu jual beli ini mereka tafsirkan sebagai larangan menawarkan barang dengan dua harga, yang salah satunya kontan dan yang lainnya dengan harga kredit dengan harga lebih tinggi.
Mari perhatikan, ...
Jika kita telaah dari pendapat tersebut, maka akan kita temukan bahwa mereka menjadikan kata “ba’a (menjual)” dalam hadits diatas sebagai majaz (kiasan) dengan makna “aradha (menawarkan)”.
*Sementara... makna menjual dengan menawarkan adalah sesuatu yang berbeda dan qarinah (indikasi) mengalihkan makna hakiki dari kata ba’a (membeli) kepada makna kiasan aradha (menawarkan) tidak kita temukan.*
Oleh karena itu, yang lebih tepat adalah :
Memaknai kata ba’a dengan makna harfiahnya yaitu membeli, dan bukan memaknainya dengan makna kiasan aradha yaitu menawarkan.
Jadi, ....
*Boleh-boleh saja seseorang menawarkan barang dengan dua harga atau bahkan banyak harga, tetapi dealnya (akad jual belinya) wajib disepakati satu harga saja.*
*Boleh-boleh saja seseorang menawarkan barang dengan dua harga atau bahkan banyak harga, tetapi dealnya (akad jual belinya) wajib disepakati satu harga saja.*
*Yang DILARANG adalah dua jual beli dalam satu jual beli* sebagaimana dinyatakan dalam hadits yang lain sebagai berikut :
ﻧﻬﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻦ ﺑﻴﻌﺘﻴﻦ ﻓﻲ ﺑﻴﻌﺔ
“Rasulullah melarang dua jual beli dalam satu jual beli.” (HR Nasa’i)
Larangan dalam hadits diatas bukanlah larangan melakukan dua penawaran barang dengan dua harga.
Karena tidak ada qarinah (indikasi) yang mendukung penakwilan yang seperti itu.
Manthuq (redaksi) hadits tersebut jelas menyatakan :
Dua jual beli dalam satu jual beli dan dua transaksi dalam satu transaksi.
Dua jual beli ini pada dasarnya adalah adalah dua akad dalam satu jual beli.
Dengan kata lain, terjadi dua akad jual beli dalam satu akad jual beli.
Penjelasan ini cocok untuk kasus jual beli barang dengan dua harga tanpa memastikan salah satunya.
Jual beli semacam ini adalah dua akad jual beli yang hukumnya haram karena tidak dipastikan salah satu harga jual belinya.
Namun jika dipastikan salah satu dari kedua harga (yang ditawarkan) tersebut, dan dipastikan sebelum berpisah maka praktik semacam ini sesungguhnya merupakan akad satu jual beli.
Satu akad jual beli jelas sekali *berbeda* dengan dua akad jual beli.
Syaikh Annabhani menjelaskan dalam Syakhsiyah II
*Bahwa yang dimaksud dua akad dalam satu akad* :
Seperti seseorang yang mengatakan, “Saya jual rumah ini kepada Anda segini, dengan catatan saya jual kepada Anda rumah yang satunya dengan harga segini.” Atau, “dengan catatan, Anda menjual rumah Anda kepada saya.”
Model seperti ini tidak diperbolehkan, karena ucapan, “Saya menjual rumahku kepada Anda” adalah satu transaksi, dan perkataan, “dengan syarat saya juga menjual rumah yang satunya lagi kepada Anda” adalah transaksi yang berbeda.
Dan keduanya dikumpulkan dalam satu transaksi.
Dan keduanya dikumpulkan dalam satu transaksi.
Jadi .....
larangan itu bukan ditujukan pada penambahan harga karena ditundanya pembayaran atau melakukan penawaran (ijabi) dengan dua sistem pembayaran dan menyatakan qabul pada salah satunya.
larangan itu bukan ditujukan pada penambahan harga karena ditundanya pembayaran atau melakukan penawaran (ijabi) dengan dua sistem pembayaran dan menyatakan qabul pada salah satunya.
Ibnul Qayyim dan lainnya menafsirkan, sebagaimana yang belau jelaskan dalam kitab I’lamul Muwaqqiin dan Hasyi’ah ‘ala Syarah Sunan Abi Dawud, bahwa makna hadits larangan dua jual beli dalam satu jual beli adalah larangan dari berjual beli dengan cara ‘inah.
*Jual beli ‘Inah adalah* :
Seseorang menjual kepada orang lain suatu barang dengan pembayaran dihutang atau harga ditangguhkan. Kemudian setelah barang diserahkan, segera penjual membeli kembali barang tersebut dengan dengan pembayaran kontan dengan harga yang lebih murah.
*Contoh jual-beli ‘inah adalah* :
Seperti kisah yang diriwayatkan bahwa istri Zaid bin Arqam bertanya kepada ‘Aisyah ra. tentang jual beli yang dia lakukan.
Dia menjual budaknya kepada Zaid seharga 800 dirham dibayar tidak tunai, lalu Zaid menjual kembali budak itu kepada istrinya seharga 600 dirham tunai.
Maka ‘Aisyah berkata,
Dia menjual budaknya kepada Zaid seharga 800 dirham dibayar tidak tunai, lalu Zaid menjual kembali budak itu kepada istrinya seharga 600 dirham tunai.
Maka ‘Aisyah berkata,
“Ini suatu jual beli yang sangat buruk, beritahukan kepada Zaid bahwa jihadnya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah terhapus pahalanya, kecuali ia bertaubat (dari jual beli ini).
(HR Daruquthni)
(HR Daruquthni)
Jadi kesimpulannya,
Boleh-boleh saja seseorang menawarkan barang dengan dua harga atau bahkan banyak harga, tetapi dealnya
(akad jual belinya) wajib disepakati hanya satu harga saja.
Boleh-boleh saja seseorang menawarkan barang dengan dua harga atau bahkan banyak harga, tetapi dealnya
(akad jual belinya) wajib disepakati hanya satu harga saja.
Wallahu a’lam bishsawab,
_______________
*Sumber Referensi :*
Ustadz Ammi Nur Baits
_____________
_______________
*Sumber Referensi :*
Ustadz Ammi Nur Baits
_____________
Majelis Ilmu Notaris Hijrah Tanpa RIBA
( NHTR )
( NHTR )